Tiap daerah di Indonesia pasti punya sudut pandang tersendiri tentang 'merantau'.
Ini kisahku dan kisah rekan-rekanku yang senasib.
Kami lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tahun 2016, angkatan XXIII.
Kami lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tahun 2016, angkatan XXIII.
Aturan ini pernah ada dan diterapkan belasan tahun yang lalu pada angkatan jauh di atas kami.
Namun tidak diteruskan karna satu dan lain hal terkait kebijakan.
Kemudian mulai dari angkatan kami lagi aturan bahwa setiap Purna Praja tidak ada yang kembali ke Provinsi asal pendaftaran namun harus ditempatkan acak secara merata di setiap kota dan kabupaten seluruh Indonesia selama minimal 2 tahun.
Bukannya takut, hanya saja terkejut.
Sebelum disebar, selama setahun kami mengabdi ke daerah asal pendaftaran.
Dan disana sudah tertanam mindset bahwa akan terus dan selamanya mengabdi di kampung halaman.
Sebagian ada yang sudah menikah, hamil, bahkan sudah mempunyai momongan.
Mereka terpaksa merelakan jarak kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai demi melaksanakan tugas yang diberikan.
Dengan tangan kosong pergi ke perantauan yang untungnya ikatan alumni yang sangat kuat sehingga sangat membantu untuk menyesuaikan di daerah baru.
Sebelum disebar, selama setahun kami mengabdi ke daerah asal pendaftaran.
Dan disana sudah tertanam mindset bahwa akan terus dan selamanya mengabdi di kampung halaman.
Sebagian ada yang sudah menikah, hamil, bahkan sudah mempunyai momongan.
Mereka terpaksa merelakan jarak kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai demi melaksanakan tugas yang diberikan.
Dengan tangan kosong pergi ke perantauan yang untungnya ikatan alumni yang sangat kuat sehingga sangat membantu untuk menyesuaikan di daerah baru.
![]() |
Pas banget nemu buku ini waktu lg maen ke gramed sama temen2 seperantauan. |
Ini kisahku...
Secara pribadi aku gak ada masalah dengan merantau, mencoba pengalaman baru, bertemu orang-orang baru, dan mempunyai beragam cerita serta kenangan baru.
Hanya saja aku belum menemukan zona nyaman yang hangat buatku.
Ketika dikampung halaman, kebersamaan dengan orang tua dan keluarga lah zona nyamanku.
Ketika merantau karena pendidikan, sahabat dan teman-teman satu asrama lah yang menjadi zona nyamanku.
Ketika dikampung halaman, kebersamaan dengan orang tua dan keluarga lah zona nyamanku.
Ketika merantau karena pendidikan, sahabat dan teman-teman satu asrama lah yang menjadi zona nyamanku.
Tapi di perantauan sekarang. Yang meskipun tidak jauh dari kampung halamanku .
Tak bisa dipungkiri aku masih belum bisa move on dari kedua zona nyamanku.
Aku masih sering terbawa suasana ketika bernostalgia.
Jauh dari orang tua dan jauh dari sahabat-sahabat yang selalu ada.
Tak bisa dipungkiri aku masih belum bisa move on dari kedua zona nyamanku.
Aku masih sering terbawa suasana ketika bernostalgia.
Jauh dari orang tua dan jauh dari sahabat-sahabat yang selalu ada.
Namun setiap kali mengeluh dengan diri sendiri, aku selalu malu karna bukan hanya aku sendiri yang merasakan hidup jauh dari orang tua dan sahabat di tanah orang. Tapi sekitar 2 ribu rekanku yang lain juga merasakannya, bahkan di daerah yang sangat sulit di jangkau.
Setidaknya aku harus banyak-banyak bersyukur, dibanding aku dan rekan-rekanku. Diluar sana banyak orang yang pergi merantau entah dengan bekal yang cukup atau hanya sekedar modal nekat.
Setidaknya kami terjamin dalam hal pekerjaan. Tinggal bagaimana pribadi masing-masing untuk mengatur keuangannya.
Setidaknya kami terjamin dalam hal pekerjaan. Tinggal bagaimana pribadi masing-masing untuk mengatur keuangannya.
Aku terima disebar dan menjadi anak rantau. Secara materi sudah cukup untuk sehari-hariku dan sedikit menabung.
Aku sedih dan mengeluh hanya karena aku kesepian dan belum menemukan zona nyaman yang baru.
Komentar
Posting Komentar